Dingklik, Tempat duduk mungil, dengan kaki kecil, membuat siapapun yang mendudukinya harus berjongkok. Dingklik panjang, Tetap mungil, berkaki kecil, membuat orang terpaksa jongkok, dan terpaksa meletakkan diri dalam posisi sederajat. Sama rendah. Membuatnya bisa dipakai untuk berbagi dengan jujur, dengan sederhana. Ingin bersama?
Kamis, 10 September 2009
Mahaslara Andhih Acirwada
Tempat untukmu dan untukku
Duduk bersama, dan barangkali menanti kelanjutannya....
Ketaatan....lahir dari dua ibu.
Yang pertama bernama Ketakutan akan hukuman,
dan yang berikutnya bernama Cinta.
Belajar untuk menjadi taat,
ternyata tak semudah yang dibayangkan.
Bagi saya (yang pernah bertahun-tahun mengalaminya)
tentu bukan hal yang membuat orang menjadi sulit tidur;
namun bagi beberapa teman baru, bisa menjadi hal
yang membuat mereka memilih untuk pergi
dan melupakan niat untuk belajar menjadi taat.
Novisiat Ordo Salib Suci,
Mahaslara Andhih Acirwada (entah apa artinya)
menjadi sekolah bagi orang-orang yang belajat untuk taat.
tak peduli berapa usia kita, apa latar belakang pendidikan kita
serta apa motivasi kita untuk taat,
semua orang diajak untuk belajar menjadi taat.
Entah jika hal itu dianggap melunturkan
Hak Asazi dan individualitas seseorang.
Lalu, sebenarnya apa guna menjadi taat?
Beberapa orang menganggap bahwa ketaatan
adalah langkah awal bagi seseorang untuk menjadi otentik
serta dapat berkembang menjadi pribadi yang integral.
Lho, bukankah hal ini lalu menjadi ambigu?
Bukankah dengan menjadi taat seseorang justru
kehilangan otoritas penuh atas dirinya
dan membiarkan orang lain untuk membentuk dirinya?
Dengan belajar taat,
seseorang belajar untuk membuang ego-nya
untuk kemudian lahir sebagai manusia baru
yang siap untuk belajar dari beragam sumber
dan menemukan diri dengan potensi yang lebih besar
dan lebih kaya (mudah-mudahan begitu!).
Sayangnya, jika ketaatan muncul
hanya karena takut dihukum, lalu muncul pertanyaan?
Bagaimana hasilnya kelak?
Akan tetapi,
jika kita bertanya mengenai "suatu hasil"
muncul pula pertanyaan lanjutan...
apakah otentisitas dan integralitas suatu pribadi
dapat dianggap sama dengan produk lain
yang nota bene adalah "suatu hasil"
Barangkali sebelum belajar menjadi taat,
kita harus belajar untuk mencintai
terlebih dulu!
Senin, 13 April 2009
SePi Atau SunyI?
Aku membawa diam dalam pelukanku,
sebuah ruang sepi yang kucipta sendiri.
Langit di atasku terlalu biru untuk tahu,
dan desir angin di pucuk kelapa itu.
hanya memberitakan sebuah suwung
dan hukum moralpun dipaksanya tunduk
menatap deretan kancing di baju.
perasaanku?
atau kah sunyi tempatku boleh menyendiri?
dengan sebuah tanya,
apakah semuanya ini
memang ciptaanku sendiri?
Kamis, 19 Februari 2009
JubaH PanjanG
datang tanpa malu-malu
ke beranda-ku
Sore itu.
Entah mengapa saya tak merasa nyaman. Mereka berbicara mengenai Yogya, rumah kedua saya dan mengisahkan perjalanan "dakwah" mereka. Saya seorang Katolik, dan kehadiran beberapa Muslim yang mengisahkan perjalanan dakwah dan keberhasilan mereka mengajak banyak orang untuk bergabung sangat menyesakkan saya. Saya tak tahu harus berbicara apa? Saya merasa bahwa mereka datang dengan tujuan yang berbeda dengan saya.
Tiga tahun lalu, saya juga termasuk dalam golongan orang berjubah. Saya melewatkan masa dari tahun 1997 hingga 2004 dalam seminari, sekolah para calon Pastor. Saya dididik dalam filsafat dan ilmu agama, agar saya juga bisa menjadi "pendakwah." Tentu saja, kami juga mempunyai jubah panjang putih sebagai pakaian kebesaran.
Akhirnya saya memutuskan untuk berhenti. Semua yang sudah saya buat membuat saya jauh dari semua yang saya cinta. Yesus pernah mengatakan, "Orang yang sudah siap diutus namun masih menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah!" (Semoga Kutipan itu mirip aslinya - saya sudah tak pernah membaca Kitab Suci tiga tahun ini).
Tanpa niatan membela diri, tapi saya merasa bahwa jubah panjang saya membuat saya jauh dari sesama umat Katolik (saya diposisikan sebagai "yang lebih" oleh mereka), jauh dari keluarga (tentu saja-tugas menjadi pastor membuat hanya Tuhan dan Umat-Nya yang utama!). dan jauh dari semua teman saya (ayolah, saya punya banyak teman Kejawen dan Buddha, banyak teman Muslim dan banyak sekali teman Hindu). JUbah Putih itu membuat saya teralienasi dari mereka. Pakaian khusus yang saya kenakan, membuat dunia saya terpisah dari mereka.
Karena itulah, saya memutuskan untuk menanggalkannya.
Ada yang bilang saya lemah? Oh, ya!?
Ada yang bilang saya memang gagal, masih terikat dunia? Hehehe, Cencu sajhaa!
Ada yang mencap saya pengkhianat? ho-oh. Walau saya tidak merasa mengkhianati siapa-siapa.
Selasa, 10 Februari 2009
IseNk, EdhAn, PutuS aSa
MENGAPA AYAM NYEBRANG JALAN?
Posted by Heriawan on 2007-12-26
Jawaban dari :
*Guru TK : supaya sampai ke ujung jalan
*PLATO : untuk mencari kebaikan yang lebih baik
*POLISI : beri saya lima menit dengan ayam itu, saya akan tahu kenapa
*ARISTOTELES : karena merupakan sifat alami dari ayam
*KAPTEN JAMES T.KIRK (Star Trek) : karena dia ingin pergi ke tempat yang belum pernah ia datangi
*MARTIN LUTHER KING, JR : saya memimpikan suatu dunia yang membebaskan semua ayam menyebrang jalan tanpa mempertanyakan kenapa
*MACHIAVELLI : poin pentingnya adalah ayam menyebrang jalan! siapa yang peduli kenapa! akhir dari penyebrangan akan menentukan motivasi ayam itu
*FREUD : fakta bahwa kalian semua begitu peduli pada alasan ayam itu menunjukkan ketidaknyaman seksual kalian yang tersembunyi
*GEORGE W.BUSH : kami tidak peduli kenapa ayam itu mnyeberang! kami cuma ingin tau apakah ayam itu ada di pihak kami atau tidak, apa dia bersama kami atau
melawan kami. tidak ada pihak tengah di sini!
*DARWIN : ayam telah melalui periode waktu yang luar biasa, telah melalui seleksi alam dengan cara tertentu dan secara alami tereliminasi dengan menyeberang jalan.
*EINSTEIN : Apakah ayam itu meyebrang jalan atau jalan yang bergerak di bawah ayam itu, itu semua tergantung pada sudut pandang kita sendiri
*NELSON MANDELA : Tidak akan pernah lagi ayam ditanyai kenapa menyebrang jalan! dia adalah panutan yang akan saya bela sampai mati
*THABO MBEKI : kita harus mencari tau apakah memang benar ada kolerasi antara ayam dan jalan
*MUGABE : Setelah sekian lama jalan dikuasai petani kulit putih, ayam miskin yang tertindas telah menanti terlalu lama agar jalan itu diberikan kepadanya dan sekarang dia menyebranginya dengan dorongan ayam2 veteran perang. Kami bertekad mengambil alih jalan tersebut dan memberikannya pada ayam, sehingga dia bisa menyebranginya tanpa ketakutan yang diberikan oleh pemerintahan inggris yang berjanji akan mereformasi jalan itu. Kami tidak akan berhenti sampai ayam yang tidak punya jalan itu punya jalan untuk diseberangi dan punya kemerdekaan untuk
menyeberanginya!
*ISAAC NEWTON : Semua ayam di bumi ini kan menyebrang jalan secara tegak lurus dalam garis lurus yang tidak terbatas dalam kecepatan yang seragam, terkecuali jika ayam berhenti karena ada reaksi yang tidak seimbang dari arah berlawanan.
*SUTIYOSO : itu ayam pasti ingin naik busway
*PROGRAMMER J2EE : Tidak semua ayam dapat menyebrang jalan, maka dari itu perlu adanya interface untuk ayam yaitu nyebrangable, ayam2 yg ingin atau bisa
menyebrang d haruskan untuk mengimplementasikan interface nyebrangable, jadi d sini sudah jelas terlihat bahwa antara ayam dengan jalan sudah loosely coupled.
Soeharto:
Ayam-ayam mana yang ndak nyebrang, tak gebuk semua! Kalo perlu ya dikebumikan saja.
Habibie:
Ayam menyeberang dikarenakan ada daya tarik gravitasi, dimana terjadi percepatan yang mengakibatkan sang ayam mengikuti rotasi dan berpindah ke seberang jalan.
Nia Dinata:
Pasti mau casting '30 Hari Mencari Ayam' ya?
Desi Ratnasari:
No comment!
Dhani Ahmad:
Asal ayam itu mau poligami, saya rasa gak ada masalah mau nyebrang kemana juga...
Chinta Laura:
Ayam nyebrang jhalaan..? karena gak ada owject...biecheeck. ...
Julia Perez:
Memangnya kenapa kalo ayam itu menyeberang jalan? Karena sang jantan ada di sana ! Daripada sang betina sendirian di seberang sini, yaaahhhh dia kesana laahh... Cape khan pake alat bantu terus?
Roy Marten:
Ayam itu khan hanya binatang biasa, pasti bisa khilaf.. (sambil
sesenggukan) .
Butet Kartaredjasa:
Lha ya jelas untuk menghindari grebekan kamtib to?
Megawati:
Ayamnya pasti ayam wong cilik. Dia jalan kaki toh?
Harmoko:
Berdasarkan petunjuk presiden.
Miyabi aka Maria Ozawa:
Ooohh... Aahhh... Yeeahh... Mmmhhh...
and the best answer is:
Gus Dur :
'Kenapa ayam nyebrang jalan? Ngapain dipikirin? Gitu aja kok repot!
Sumber: dastanbooks.@yahoogroups.com
Entah mengapa, kok saya sebegitu isengnya sampai memasukkan tulisan ini ke ruang keramat WEBLOG saya.
Entah mengapa kok saya begitu Edannya hingga menyandingkan sebuah karya besar orang lain dengan karya kecil saya. Bukankah hal itu justru akan membuat karya saya jadi makin cilik dan tak bermutu!
Entah mengapa, aku tak berdaya. Berusaha nulis tapi gak ada yang keluar. Padahal buat orang macam saya, ndak nulis is dead!
Jawabannya karena saya sedang gak ada ide maka iseng, agak kurang waras karena over dosis Caffein hingga tak bisa berpikir jernih, dan putus asa karena tak punya inspirasi hingga males nulis!
Sesederhana itu kok, tapi jawabannya bisa beragam. Tergantung pada siapa anda bertanya. Bukti nyata ya, pertanyaan di atas tadi.
Jawaban makin rame, ajaib dan aneh, tergantung nanya-nya sama siapa.
Senin, 09 Februari 2009
BIngOeng.....
Saya sedang bingung,
Setelah menenggak empat gelas (garis bawahi, empat gelas...bukan empat cangkir!) kopi. Saya memutuskan bahwa kebingungan saya disebabkan oleh hal-hal yang tidak saya mengerti. Kenyataan ini membuat saya langsung sadar betapa absurdnya hidup saya, khususnya hari ini saat saya sedang bingung, tanpa tahu sebabnya.
Menyebalkan memang, menyadari bahwa banyak hal yang membuat bingung, membuat satu hari yang indah rusak, tanpa kita tahu apa (atau siapa) sang-penyebab tersebut. Mencari akar suatu masalah, hal itu sudah ditanamkan pada saya waktu belajar filsafat dulu. Newton bilang soal aksi dan reaksi. Buddha bilang soal sebab dan akibat. Teman-teman Hindu menamainya Karmapala. Maka, keadaan bingung tanpa sebab jelas itu membuat saya makin depresi. HIngga teman-teman ditempat kerja bertanya-tanya, mengapa saya yang biasanya cengengesan bisa jadi seperti ayam nelan karet.
Bingung!
Barangkali itu juga yang jadi sebab Martin Heidegger mau menulis sebuah buku tebal yang membuat kepala saya puyeng, Sein und Zeit! "The most thought-provoking thing in our thought-provoking time is that we are still not thinking."
-What is Called Thinking?
Nah, bukankah pertanyaan beliau membuat saya jadi mikir, soal apa itu mikir? Heidegger bilang, bahwa manusia lahir tanpa persiapan. Tidak seperti anak ayam, yang begitu netas udah siap jalan, manusia lahir tanpa bisa apa2. Udah gitu manusia lahir tanpa bisa milih lahir di mana. Tahu-tahu sudah hidup.... dan kehidupan itu hanya membuat dia sadar, kalo dia harus mati!
Yup, Sein zu Tode!
Hidup untuk mati!
Finish!
Bubar!
Jadi buat apa saya bingung,
saya juga bakal mati kok!
"Di depan malam ini yang penuh dengan pratanda dan bintang, aku membuka diriku untuk pertama kalinya kepada perasaan ketidakperdulian dunia. Mengakui bahwa semuanya sama saja, bahkan seakan saudaraku, maka aku pun merasakan bahwa aku dulu bahagia dan aku pun sekarang masih. Supaya semuanya terlaksana dengan baik, supaya perasaan sepiku agak berkurang, tiada lain aku berharap semoga nanti pada hari aku dieksekusi akan ada banyak penontonnya di mana mereka akan menerimaku dengan jeritan kebencian."
Albert Camus, L’Étranger
Rabu, 28 Januari 2009
CintA OranG PinggiraN
Jumat, 23 Januari 2009
CintA.... Eros, Agape, EgepE
yang mencukur bulu (ketek) nya!
dari porsi nasi Warung Tegal.
Kamis, 22 Januari 2009
Pergi.....
Senin, 19 Januari 2009
DoA, yang MengKalutkan....
Tentu saja permintaan itu membuat saya cengar-cengir.
Hal kedua yang menyeruak adalah pertanyaan,
Terhadap pertanyaan kedua saya hanya menjawab lirih, "Enggak."
Kali ini ucapan itu hanya diakhir dengan tanda baca titik.
Saya hidup di tengah-tengah doa dan orang-orang yang berdoa.
Sementara saya sendiri tidak berdoa.
Sudah tidak biasa berdoa, ajaib sekali bukan?
Sejak kecil saya sudah diajarkan untuk berdoa.
Menjelang dewasa saya adalah salah satu orang
Sekarang, saat usia tiga puluh mulai menjelang,
Ketika masih kecil, doa-doa diajarkan
Jadilah doa menduduki tempat yang setara
Karena kemampuan mengingat saya cukup lumayan,
"Kalo 'doa sebelum ujian' tuh gimana, ya?"
"Mas, tolong 'doa untuk pacar'-nya diprintkan!"
"Sayaaaang, aku tadi mau mengaku dosa... trus lupa 'doa tobat,' ajarin dong.
Pada usia dua puluh tiga dan sekian-sekian,
Saya memahami bahwa doa adalah
Bagian itu saya beri tanda kutip karena saya sadar,
Karena doa adalah sebuah komunikasi,
Doa saya sekarang mengalir dari hati dan perasaan,
Karena judulnyapun "usaha"
saya akan memohon dengan rendah hati (semoga sungguh demikian),
agar permohonan itu diperhatikan.
Lalu dengan penuh kepasrahan
saya akan mengakhiri doa itu dengan ucapan,
"Namun bukan kehendakku...melainkan terjadilah kehendak-Mu!"
Terkesan aneh? Namun dengan formula ajaib macam itu,
Khususnya pada saat-saat tertentu,
Pada titik ini, saya lalu merasa bahwa berdoa
Menanti kata-kata yang datang dari entah
Maka tahun-tahun setelahnya pertanyaan ini
Saya terlahir sebagai seorang Katolik.
Minggu pagi ke Gereja, berdoa.
Senin dan Kamis bertemu dalam perkumpulan orang muda, berdoa.
Selasa dan Rabu berkumpul dalam latihan paduan suara, berdoa.
Hari sabtu pertemuan pendalaman iman, pasti juga berdoa.
Lingkaran harian itu saya garis bawahi
Itu semua masih di luar doa-doa pribadi yang paling standar,
doa sewaktu bangun tidur...
Tradisi Gereja Katolik sendiri membagi hari dalam lingkaran tujuh kali waktu doa.
Dua kali lebih banyak dari saudara-saudari yang Muslim.
Sayang, kebiasaan tersebut kini hanya dijalankan
Entah mengapa, Para petinggi Gereja dari masa dahulu hingga sekarang
Bagaimana dengan diri saya,
Entah mengapa, saat saya mulai merasa dewasa
Kedewasaan seolah menjadi semacam pembebasan.
Sekarang saya tak perlu lagi menghafal agar mendapat pengakuan.
Tidak butuh lagi merangkai puisi hanya untuk memperoleh penguatan,
bahwa saya tidak sendirian.
Kedewasaan membuat saya melihat Tuhan dengan sudut pandang lain.
Ayolah! Ia bukan guru matematika
atau guru Bahasa Inggris yang akan pasang wajah kecewa
Maka, ia juga tak butuh puisi indah bergaya liris
Karena saya ingin bisa sekedar berkomunikasi,
maka dua cara berdoa di atas saya "delete".
Sekarang, saya kebingungan sendiri.
Saya terbiasa dengan Tuhan
Doa lalu ikut menjadi sistematis pula,
Saya ingin mengenal si-dia secara lebih akrab,
Bukan lewat kuliah para dosen,
dan lebih-lebih bukan menurut kata-kata
Rupanya,
Saya masih belum mengenalnya
Duduk bersama, dan barangkali menanti kelanjutannya...
Sebuah Lagu dari Negeri yang jauh
A NINE DAYS’ WONDER
A Nine days wonder
Looking back as the sun goes down
As times goes by, a sketch of life
On the wall worn out.
One day he says
In a usual tone
That I don’t shine anymore
So I laughed and said, can you bring it back
He stands alone watching the leaves fall
So many places, so many ways
There’s no way home, nowhere I belong
So many faces fade away
And then life’s goes on
So many places, so many ways
There’s no way home, nowhere I belong
Off the rails dream away
The amber lights flicker out
An old soldier lives in the dark
Says light only causes pain
Now I don’t listen to him this time
I packed my bag and I walked to the bus stop
Stars start falling down like a yellow rain, like fireworks
I stand alone watching the stars fall
So many places, so many ways
There’s no way home, nowhere I belong
So many faces fade away
And then life’s goes on
So many places, so many ways
There’s no way home, nowhere I belong
So many faces fade away
And then life’s goes on
Still living in the worlds now
Hold on there
And then life’s goes on
Still living in the world we now
Hold on there
And then life’s goes on
Lagu ini ditulis dan dinyanyikan oleh Yoshio Akeboshi, seorang penyanyi asal Jepang. Entah mengapa kesederhanaan kata-katanya memukau saya. Ia bernyanyi seperti orang bertutur. Lugas dan jelas. Tanpa banyak bunga, namun menunjukkan kepiawaian memilih kata.
Akeboshi lebih dikenal di Indonesia sebagai penyanyi yang lagunya kerap dijadikan ending song Film Anime NARUTO. Lagu, "Wind" dijadikan lagu penutup seri anime ini selama beberapa episode awal, sementara "Yellow Moon" menemani kita saat menyaksikan season 4 anime tersebut.
Saya kerap mengagumi serial Anime Jepang. Sebuah tontonan yang di negeri kita kerap diidentikkan sebagai "konsumsi anak-anak" ternyata masih bisa disisipi dengan lagu-lagu yang bermakna mendalam, dan dalam bahasa bego saya .....dewasa! Kekaguman ini membuat saya terdorong untuk mengagumi kemampuan para musisi Jepang dalam mengolah lirik lagu.
Jika kita mencermati lagu-lagu populer yang beredar di pasaran negeri ini, komentar yang spontan muncul adalah...."Kok simpel banget, ya?....dangkal dan hmmmm, rada dungu!" Kebanyakan (untuk tidak mengatakan semuanya) hanya berkisah mengenai cinta dan masalah diseputarnya. Jatuh cinta, patah hati, selingkuh dan tema-tema standar lain, dengan bahasa dan makna yang seadanya. Asal bunyi doang.
Saya tidak menuntut bahwa sebuah lagu cinta haruslah puitis. Kata-kata bolehlah sederhana, namun alangkah indahnya jika ia punya makna yang membuat orang "jadi mikir," dan pada akhirnya berucap.... wow!
Rasanya tak adil jika saya hanya "ngomel doang." kekaguman ini, kerisauan ini, boleh jadi sebuah permintaan dan tantangan buat saya, "Man, kapan elo bikin lirik seperti yang lo maksud?"
Barangkali saya juga sedang diadili oleh diri saya.